Metode Perencanaan Campuran Aspal Beton atau Hotmix

Rancangan campuran bertujuan untuk mendapatkan resep campuran aspal beton dari material yang terdapat di lokasi sehingga dihasilkan campuran yang memenuhi spesifikasi campuran yang ditetapkan. Saat ini, metode rancangan campuran yang paling banyak dipergunakan di Indonesia adalah metode rancangan campuran berdasarkan pengujian empiris, dengan mengguankan alat Marshall.
Metode Perencanaan Campuran Aspal Beton atau Hotmix 

Aspal beton adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal, dengan atau tanpa bahan tambahan. Lapis aspal beton merupakan jenis tertinggi dari perkerasan yang merupakan campuran dari bitumen dengan agregat bergradasi menerus dan cocok untuk jalan raya yang banyak dilalui kendaraan berat.

Material-material pembentuk aspal beton dicampur dan diinstalasi pencampur pada suhu tertentu kemudian diangkat ke lokasi, dihamparkan, dan dipadatkan. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan. Jika digunakan semen aspal, maka suhu pencampuran umumnya antara 145º-155ºC, sehingga disebut aspal beton campuran panas. Campuran ini dikenal juga dengan nama Hotmix.

Tujuan dari perencanaan campuran aspal adalah untuk mendapatkan campuran efektif dari gradasi agregat dan aspal yang akan menghasilkan campuran aspal yang memiliki sifat-sifat berikut :
  1. Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur, dan bleeding.  Kebutuhan akan stabilisas debanding dengan kebutuhan jalan, dan beban lalu lintas yang akan dilayani. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan dominan terdiri dari kendaraan berat, membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi. Sebaliknya perkerasan jalan yang diperuntukkan untuk melayani lalu lintas kendaraan ringan tentu tidak perlu mempunyai nilai stabilitas yang tinggi.
  2. Keawetan atau durabilitas adalah kemampuan aspal beton menerpa repetisi beban lalu lintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan dan permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim, seperti udara, air, atau prubahan temperatur.
  3. Kelenturan atau fleksibilitas adalah kemampuan beton aspal untuk menyesuaikan diri akibat penurunan (konsolidasi/settelement)dan pergerakan dari pondasi atau tanah dasar, tanpa terjadi retak. Penurunan terjadi akibat dari repetisi beban lalu lintas, atau pun penurunan akibat berats sendiri tanah timbunan yang dibuat di atas tanah asli. Fleksibilitas dapat ditingkatkan dengan mempergunakan agregat bergradasi terbuka dengan kadar aspal yang tinggi.
  4. Ketahanan terhadap kelelahan (Fatique resistance) adalah kemampuan aspal beton menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa teerjadinya kelelahan berupa alur dan retak. Hal ini dapat tercapai jika mempergunakan kadar aspal yang tinggi.
  5. Kekesatan/tahanan geser (skid resistance) adalah kemampuan permukaan aspal beton terutama pada kondisi basah, memberikan gaya gesek pada roda kendaraan sehingga kendaraan tidak tergelincir atau slip. Faktor-faktor untuk mendapatkan kekesatan jalan sama dengan untuk stabilitas yang tinggi, yaitu kekasaran permukaan butir-butir agregat. Ukuran maksimum butiran agregat ikut menentukan kekesatan permukaan.
  6. Kedap air (impermeabilitas)  adalah kemampuan aspal beton untuk tidak dimasuki air ataupun udara ke dalam lapisan aspal beton. Air dan udara dapat mengakibatkan percepatan proses penuaan aspal, dan pengelupasan selimut aspal dari permukaan agregat. Tingkat impermeabilitas pada aspal beton berbanding terbalik dengan tingkat durabilitasnya.
  7. Mudah dilaksanakan (workability) adalah kemampuan campuran aspal beton untuk mudah dihamparkan dan dipadatkan. Faktor yang mempengaruhi tingkat kemudahan dalam proses penghamparan dan pemadatan adalah viskositas aspal, kepekaan aspal terhadap perubahan temperatur, dan gradasi serta kondisi agregat.

Ketujuh sifat campuran aspal beton ini tidak mungkin dapat dipenuhi sekaligus oleh atu jenis campuran. Sifat-sifat aspal beton mana yang dominan lebih diinginkan, akan menentukan jenias aspal beton yang dipilih. Hal ini sangat perlu diperhatikan ketika merancang tebal perkerasan jalan. Jalan yang melayani lalu lintas ringan, seperti mobil penumpang, sepantasnya lebih memilih jenis aspal beton yang mempunyai sifat durabilitas dan fleksibiitas yang tinggi, daripada memilih aspal beton dengan stabilitas tinggi.

Metode Marshall

Konsep dasar dari Metoda Marshall adalah campuran aspal yang dikembangkan oleh Bruce Marshall, seorang insyinyur bahan aspal bersama-sama dengn The Missisippi State Highway Department. Kemudia The U.S Army Corp Of Engineers, melanjutkan penelitian dengan intensif dan mempelajarai hal-hal yang ada kaitannya. Selanjutnya meningkat dan menambhan kelengkapan pada prosedur pengujian Marshall dan pada akhirnya mengembangkan kriteria rancagan campuran pengujiannya, kemudian distandarisasikan di dalam American Society For Tasting and Materila 1989 (ASTM d-1559).

Alam Marshall merupakan alat tekan yang dilengapi dengan Proving ring (cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (500 lbs) dan Flowmete. Proving ring digunakan untuk mengukur nilai stabilitas dan flow meter untuk mengukur kelelehan plastis atau flow. Benda uji marshall berbentuk silinder berdiamter 4 inchi (10,2 cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm). Prosedur pengujian marshall mengikuti SNI 06-2489-1991, atau AASHTO T-245-90, atau ASTM d-1559-76. Prinsip dasar metode marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelah (flow), serta analisis kepadatan dan pori dari camouran padat yang terbentuk.

Secara garis besar pengujian marshall meliputi :

a. Pada persiapan benda uji
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain :
  1. Jumlah benda uji yang disiapkan.
  2. Persiapan agregat yang akan digunakan.
  3. Penentuan temperatur penvcampuran dan pemadatan.
  4. Persiapan campuran aspal beton.
  5. Pemadatan benda uji.
  6. Persiapan dan pengujian marshall.

Jumlah benda uji yang disiapkan ditentukan dari tujuan dilakukannya ujian marshall tersebut. AASHTO menetapkan minimal 3 buah benda uji untuk setiap kadar aspal yang digunakan. Agregat yang akan digunakan dalam campuran dikeringkan di dalam oven pada temperatur 105º-110ºC. Setelah dikeringkan agregat dipisah-pisahkan sesuai fraksi ukurannya dengan mempergunakan saringan.

Temperatur pencampuran bahan aspal dengan agreat adalah temperatur pada saat aspal mempunyai viscositas kinematis sebesar 170± 20 centitokes, dan temperatur pemadatan adalah temperatur bahan aspal wmpunyai nilai viskositas kinematis sebesar 280± 30 centitokes. Karena tidak diadakan pengujian viskositas kinematik aspal maka secara umum ditentukan suhu pencampuran berkisar antara 145º-155ºC. Sedangkan suhu pemadatan antara 110º-135ºC.

b. Penentuan berat jenis Bulk dari benda uji
Penentuan berat jenis Bulk dari benda uji beton aspal padat dilakukan segera setelah benda uji dingin dan mencapai suhu ruang. Berat jenis Bulk ditentukan sesuai AASHTO T-166-88.

c. Pemeriksaan nilai stabilitas dan Flow
Pemeriksaan stabilitas diperlukan untuk mengukur ketahanan benda uji terhadap beban dan Flow meter mengukur besarnya deformasi yang terjadi akibat beban. Untuk mendapatkan temperatur benda uji sesuai temperatur terpanas dilapangan, maka sebelum dilakukan pemeriksaan benda uji dipanaskan terlebih dahulu selama 30 atau 40 menit dengan temperatur 60ºC di dalam Water bath. Pengukuran dilakukan dengan menempatkan benda uji pada alat marshall dan bebdan diberikan kepada benda uji dengan kecepatan 2 inchi per menit atau 55 mm per menit. Beban pada saat terjadi keruntuhan dibaca pada arloji pengukur dari proving ring, deformasi yang terjadi pada saat itu merupakan nilai flow yang dapat dibaca pada flow meter nya. Nilai stabilitas merupakan nilaia arloji pengukur dikalikan dengan nilai kalibrasi proving ring dan dikoreksi dengan angka koreksi akibat variasi ketinggian bemda uji.

d. Perhitungan parameter marshall lainnya
Setelah uji marshall dilakukan, maka dilanjutkan dengan perhitungan dengan menentukan :
  1. Kuosien Marshall, adalah ratio antara nilai stabilitas dan kelelehan.
  2. Berat volume benda uji.
  3. Volume pori dalam benda uji (VIM).
  4. Volume antara agregat dalam benda uji (VMA)
  5. Volume antara agregat yang terisi oleh aspal (VFA).
  6. Tebal selimut aspal.


Related : Metode Perencanaan Campuran Aspal Beton atau Hotmix

0 Komentar untuk "Metode Perencanaan Campuran Aspal Beton atau Hotmix "